" Wah.. selamat ya, juara 1 lagi? "
" Alhamdulillah "
Di belakangmu, aku cuma bisa menggerutu, iri.
Kamu menarik pergelangan tanganku mantap, kemana lagi kalau bukan menuju perpustakaan. Aku mengikuti langkahmu terburu-buru. Mengapa aku tak pernah bisa berjalan disampingmu?
Genggamanmu terlepas saat membuka pintu perpustakaan. Hawa dingin 16 derajat akibat AC mendadak menghantam wajah. Ada seseorang menyapamu,
" Hai, selamat ya "
" Terimakasih "
" Ini siapa? Pacarmu? "
Dia hanya mengangguk sambil tersenyum.
" Kamu beruntung ". Orang itu berkata kepadaku sambil tersenyum.
Aku menggerutu lagi, mengapa kamu tak pernah membiarkanku melangkah sendiri tanpa embel-embel namamu? Bahkan orang tadi tak peduli siapa namaku, yang dia peduli, aku pacarmu, dan itu cukup.
" Bisa bicara sebentar? "
Dia menatapku heran, tetapi langsung mengiyakan. Kami duduk berhadapan.
" Aku mau kita putus "
" Kenapa ? "
Aku menghela nafas.
" Aku iri denganmu, kamu hebat, tetapi aku tidak. Kamu dikenal banyak orang, dan aku tidak. Mereka mengenaliku sebagai pacarmu, tidak mengenaliku dengan namaku. Kamu menyempurnakan hidupku, tapi aku tak memberimu apa-apa. Kita bukan dua orang dalam satu tubuh. Kita dua manusia yang punya jalan masing-masing. Tapi nyatanya aku yang mengikuti jalanmu, kita tak berjalan bersama-sama "
" Aku hargai keputusanmu "
Aku berdiri, tersenyum sambil menyalaminya, lalu pergi. Rasanya beban itu, entah apa namanya menguap begitu saja. Tak ada penyesalan. Aku senang, sekarang aku punya nama, Sara. Dan aku bukan pacarmu lagi.
No comments:
Post a Comment