***
Telepon genggamku berdering beberapa kali, aku berlari untuk mengangkat telepon. Tapi ternyata itu telepon dari dia. Percuma. Aku melemparkan benda mungil yang berdering-dering itu di atas ranjang.
Aku sudah terlalu bosan diganggu dengan hal-hal semacam ini. Apa kurang jelas dan kasar penolakanku terhadap ajakan kencannya beberapa hari yang lalu. Tuhan, orang ini sangat gigih memperjuangkan diriku (?)
Aku lelah dikejar-kejar seperti buronan. Bahkan beberapa hari yang lalu, saat aku pergi ke toko buku, ia dengan peralatan lengkap (baca: bunga dan coklat) menghampiriku di tengah rak-rak buku dan dengan lancangnya mengungkapkan perasaannya keras-keras seperti seorang polisi yang mencoba menghentikan seseorang yang melanggar peraturan lalu lintas.
Tuhan.. Engkau ciptakan manusia dengan otak, tapi ada apa dengan jenis manusia yang satu ini? Apa dia tidak punya otak?
Refleks, semua orang memandang ke arah kami, tak terbayang betapa malunya diriku karena kelakuannya. Tapi bicara soal malu, orang ini sama sekali tidak punya malu Tuhan.
" Kamu apa-apaan? Kurang jelas kata-kataku kemarin? Aku nggak suka caramu!! "
Aku berjalan cepat meninggalkannya, tak mempedulikan tatapan heran orang-orang di toko buku itu. Aku menggerutu dalam hati. Mungkin aku tak akan pernah mau dan berani datang ke toko ini lagi. Aku lihat dia hanya menunduk. Tiba-tiba perasaan bersalah menjalar cepat seperti kanker dalam tubuh.
Cukup !!! Aku tak akan berbaik hati hanya dengan memberinya harapan palsu.
Aku sudah berjanji disela-sela gerutuku yang berkepanjangan bahwa aku akan menguburmu tanpa nisan agar kejadian memalukan ini bisa aku lupakan.
No comments:
Post a Comment