Saturday 4 February 2012

4 Februari 2012. 17.39 : Rival

     Aku memang tak pernah menang melawanmu. Bahkan aku tak pernah menang melawan diriku sendiri. Selama ini aku merasa semu, selalu merasa bersaing dengan sesuatu atau seseorang, entahlah. Aku sendiri tidak begitu paham, siapa atau apa sebenarnya dia?

     Aku terpuruk, aku bersaing dengan bayangannya. Bayangan yang seharusnya dengan mudah kutepis, apalagi jika hanya bersaing seperti ini. Tetapi nyatanya, bayangan itu begitu kuat, hingga aku selalu kalah. Kalah dengan perasaanku sendiri, kalah dengan bayangan itu lagi.

     Apa atau siapa sebenarnya kau? Cintanya terbagi oleh bayangan itu. Aku merasa engkau semu, tapi dia merasa kau yang terpenting. Lebih penting dariku. Aku cemburu, aku semakin sering menerka-nerka. Apakah bayangan itu masa lalu?

     Oh Tuhan.. aku ingin tahu siapa rival-ku itu. Bersaing dengan bayangan semu sama halnya dengan memaki-maki tembok. Haruskah aku terlambat mengetahuinya? Haruskah aku tahu setelah semuanya usai? Ataukah aku harus mengalah pada seseorang atau sesuatu itu? Menyerahkan dia? Tak akan...

Friday 3 February 2012

Karena kita (berbeda)

    Langit senja menorehkan guratan gelisahku . Senja kali ini kurasakan kelabu. Meskipun siluet merah jingga yang cukup menentramkan ini jelas-jelas terlihat. Sore ini semuanya harus selesai. Harus ku akhiri. Karena akulah yang memulainya.

                                                                    ***
   
    Senja itu mengajariku untuk berharap selalu bersamamu. Menghabiskan senja bersamamu sangat menyenangkan. Aku bisa memandangamu lamat-lamat, melihatmu tersenyum simpul menatap garis-garis cahaya tampak. Senyummu itu yang selalu membuatku berdo’a agar waktu berhenti seketika.
   
     Namun, akulah orang itu. Dibawah siluet senja, kau tergugu karenaku. Aku hanya diam. Apa yang bisa aku lakukan untukmu? Sejauh ini, aku tak akan pernah bisa melakukan apa-apa. Mengapa? Karena kita terlanjur berbeda .